Open Finance Report: Potensi dan Tantangan Penerapannya di Indonesia
24 November 2022
Author by Finantier Blog

Open Finance Report: Potensi dan Tantangan Penerapannya di Indonesia

Belum lama ini, Katadata Insight Center bersama dengan Finantier merilis sebuah laporan penelitian bertajuk "Open Finance Deep Dive Report". Laporan ini berisi serangkaian pembahasan mengenai Open Finance dengan studi kasus penerapan di Indonesia, mulai dari awal kemunculan, peluang, hambatan implementasi, sampai dengan potensinya.

Artikel ini akan membahas sedikit cuplikan dari report tersebut, khususnya di bagian potensi dan tantangan penerapan Open Finance di Indonesia.

Mengapa Open Finance penting?

Open Finance merupakan inovasi lanjutan dari Open Banking. Metode ini memungkinkan lembaga keuangan yang ada di suatu ekosistem industri saling berbagi data melalui sambungan teknologi yang aman, dalam hal ini Open API. Konsep Open Finance turut mengatur tentang otorisasi dan autentikasi data, memungkinkan nasabah sebagai pemilik data memiliki kontrol penuh atas apa yang dimilikinya.

Dalam penerapannya, Open Finance turut menyertakan berbagai pihak ke dalam ekosistemnya. Mulai dari regulator, pengelola data, penyedia platform teknologi, dan berbagai jenis lembaga jasa keuangan.

Finantier sendiri di sini bertindak sebagai penyedia platform teknologi, dengan menyediakan layanan API yang aman untuk dikonsumsi oleh lembaga jasa keuangan. Contohnya, melalui fitur Verifikasi yang dimiliki Finantier, sebuah institusi keuangan dapat membangun sebuah platform on-boarding konsumen dengan sistem verifikasi yang andal. Finantier melakukan validasi data yang diinputkan dengan berbagai sumber data yang dimiliki oleh pihak-pihak terkait.

Stakeholder yang terlibat dalam sebuah ekosistem Open Finance di suatu nergara / Katadata Insight Center x Finantier

Use case pemanfaatan Open Finance sendiri juga masih terus berkembang, mencoba menjembatani inefisiensi dari pengembangan teknologi keuangan yang dihadapi industri.

Potensi Open Finance di Indonesia

Menurut hasil temuan riset, Open Finance berpotensi memberikan peningkatan sistem infrastruktur teknologi di lintas industri. Kolaborasi yang dihadirkan dinilai dapat menciptakan sebuah sistem basis data besar (big data) yang sangat komprehensif untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi finansial seseorang.

Setidaknya saat ini ada 11 sektor industri yang dapat meningkatkan kapabilitasnya melalui Open Finance, sebagai berikut:

Daftar industri yang berpotensi mendukang manfaat dalam ekosistem Open Finance / Katadata Insight Center x Finantier

Pada dasarnya masing-masing dari pelaku industri di atas menghasilkan data konsumen yang bisa dioptimalkan untuk layanan finansial. Misalnya data dari e-commerce,yang dapat dianalisis untuk menilai daya beli masyarakat; begitu pula layanan telcountuk membantu membuat kategorisasi kalangan masyarakat berdasarkan tingkat spending-nya.

Banyak manfaat yang didapatkan dari perpaduan data tersebut, salah satunya dalam rangka meningkatkan indeks inklusi keuangan. Misalnya, sebelumnya perbankan dalam menyalurkan kredit selalu berpaku pada SLIK (dulu BI-checking) dalam melakukan analisis risiko. Bagi kalangan unbankable, jelas ini bukan kabar baik karena mereka tidak memiliki rekam jejak transaksi di perbankan.

Namun dengan Open Finance, data-data pendukung dari luar industri perbankan dapat dimanfaatkan, misalnya dengan melihat transaksi dan tren saldo di e-money, penghasilan dari aplikasi ride-hailing, atau konsumsi pulsa di layanan telekomunikasi. Secara regulasi, saat ini model layanan Open Finance seperti itu sudah dipayungi dalam regulatory sandbox. Beberapa pemain telah terdaftar di sana dengan model bisnis spesifik, salah satunya Finantier.

Tantangan penerapan Open Finance

Di balik potensi pengembangannya, laporan juga menyorot sejumlah tantangan penerapan Open Finance di Indonesia. Setidaknya ada 5 poin yang disorot, sebagai berikut:

Aspek Regulasi

Kendati sudah memiliki regulation sandbox, sebenarnya belum ada aturan khusus yang mengatur layanan Open Finance. Di OJK sendiri, layanan seperti alternative credit scoring dan e-KYC baru masuk ke dalam IKD, yang dinaungi dalam POJK No. 13/2018.

Aspek Teknis

Kendati sudah ada standardisasi Open API pembayaran di dalam aturan yang diterbitkan Bank Indonesia, namun untuk Open Finance masih perlu diperdalam dengan mendetailnya mekanisme aliran data sampai dengan manajemen persetujuan konsumen.

Aspek Bisnis

Saat ini regulasi yang dikaitkan dengan Open Finance masih terbagi antara BI dan OJK. Pelaku industri merasa tidak nyaman berbagi data di ekosistem Open Finance karena dirasa tidak ada pengawasan yang jelas.

Aspek Struktural

Infrastruktur digital dan literasi keuangan yang rendah, berpotensi membuat interpretasi ganda dari manfaat keuangan terbuka di antara para pelaku industri.

Aspek Sosial

Literasi keuangan yang masih rendah salah satunya diimplikasikan pada keterampilan keamanan digital yang rendah dari sisi konsumen.

Optimis dengan masa depan Open Finance

Kendati masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi, namun demikian manfaat Open Finance sebenarnya bisa dibilang signifikan untuk efisiensi proses bisnis di dalam sektor keuangan. Tantangan-tantangan tersebut pada dasarnya membutuhkan waktu, agar ekosistem menjadi lebih matang. Begitu juga dengan regulasi, tujuan dari regulation sandbox adalah melakukan pengujian model bisnis yang pada akhirnya akan melahirkan sebuah aturan baru yang lebih solid.

Untuk hasil riset, data, dan analisis selengkapnya, unduh laporannya di sini: Open Finance Deep Dive Report.